09 January 2014

Pemikiran Nurcholis Majid

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemungkaran yang paling besar adalah kemungkaran yang menyangkut permasalahan ilmu. Dan salah satu sebab mengapa kaum Yahudi terlaknat di dalam Al Quran, karena diantara mereka tidak ada sikap saling mencegah di dalam kemungkaran ilmu. Yang dihalalkan Allah menjadi haram dan yang diharamkan Allah menjadi halal.

Mereka yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL) selalu memulai pemikirannya dari menafsirkan ayat dengan menyatakan makna Islam. Islam dimaknai sebatas sikap pasrah di dalam hidup kepada Tuhan. Oleh karena itu, barangsiapa menunjukkan sikap pasrah kebertuhanan tanpa mengatakan secara formal agamanya “A” atau “B”, maka dia termasuk didalam kategori innadinna’indaLlahilislam dan masuk dalam kategori muslim. Pernyataan ini merupakan tafsiran generic tentang makna Islam oleh JIL. Ini yang akan kita kritisi melalui pemikirannya Nur Kholis Madjid

Jika kita meneliti tentang tulisan Prof. DR. Nur Kholis Madjid mengenai hal ini, apa yang dinyatakan mereka (JIL) sama dengan apa yang ditulis oleh Prof. DR. Nur Kholis Madjid pada tahun 70-an, sejak beliau pulang dari Amerika. Yang sebelum itu, sekitar tahun 67-69 beliau mendapat julukan Natsir Muda karena sedemikian antinya beliau terhadap kolonialisme, yang ketika itu dimotori oleh Amerika. Ketika mendapat julukan itu, sosok Nur Kholis Madjid ini adalah sosok yang sangat anti terhadap peradapan materialisme dan sekulerisme di barat. Kemudian dengan sikap beliau yang seperti ini dan beliau yang pada saat itu menjadi tokoh sentral HMI, Raja Arab Saudi Faisal mengundang beliau sebagai tamu Negara

Akan tetapi, sepulang dari studi di Amerika, pada awal tahun 70-an, beliau mendeklarasikan pemikiran baru beliau di taman Ismail Marzuki. Dan saat itulah yang menjadi titik balik hubungan baik tokoh masyumi M. Natsir dengan Nur Kholis Madjid, dan sejak itu pula gelar beliau sebagai Natsir Muda dicabut. Beliau yang dulunya menjadi tokoh yang sangat anti materialisme dan sekulerisme, menjadi tokoh penyokong dan memunculkan ide sekulerisasi

Dalam hal ini, bisa dibilang pemikiran Cak Nur inilah yang kemudian berimplikasi pada bermunculannya pemikiran liberal, tidak hanya sosiologis, akan tetapi juga teologis. Mengapa demikian ? Karena yang pertama beliau runtuhkan adalah makna Islam.

B. Identifikasi Masalah

Berdasar pada latar belakang tersebut, masalah yang akan penulis bahas ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana kritik nurkholis majid terhadap peradaban islam ?

2. Bagaimanakah dampak dari pemikiran tersebut ?

BAB II

ISLAM DOKTRIN DAN PERADABAN

( Menurut Prof. Dr. Nurcholis Majid)

A. Biografi Nurkholis Majid

Prof. Dr. Nurcholish Madjid (lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus2005 pada umur 66 tahun) atau populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktifis Himpunan Mahasiswa Islam, ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina, sampai dengan wafatnya pada tahun 2005.

Nama : Nurcholis Majid

Tempat Tanggal Lahr : Jombang, 17 Maret 1949

Meniggal : 29 Agustus 2005

Usia : 66 Tahun

Pekerjaan : Rektor, Cendikiawan dan budayawan

Tahun Aktif : 1965 – 2005

Masa kecil dan pendidikan

Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, termasuk Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah

Cak Nur meninggal dunia pada 29 Agustus2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada Negara

Pendidikan :

1. Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, 1955

2. Pesantren Darul Salam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur 1960

3. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1965 (BA, Sastra Arab)

4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968 (Doktorandus, Sastra Arab)

5. The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat, 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang

Karier (lain-lain) diantaranya :

1. Anggota MPR-RI 1987-1992 dan 1992–1997

2. Anggota Dewan Pers Nasional, 1990–1998

3. Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta 1985–2005

4. Fellow, Eisenhower Fellowship, Philadelphia, Amerika Serikat, 1990

5. Anggota Komnas HAM, 1993-2005

6. Profesor Tamu, Universitas McGill, Montreal, Kanada, 1991–1992

7. Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), 1990–1995

8. Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996

9. Penerima Cultural Award ICM, 1995

10. Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta 1998–2005

11. Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta 1998

B. Ide Pebaharuan Islam

Cak Nur dianggap sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman /ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama. Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, dan dalam hal ini Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi benar-benar imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan. Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai sumber pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat

C. Reformasi

Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh PresidenSoeharto terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah

D. Meramu Islam Pluralistik Sesuai HAM

Aselinya Islam adalah ajaran yang melanggar HAM dan anti-Pluralistik, padahal lingkungan umat Islam di Indonesia sangat pluralistik dan negara ini telah dengan tegas menolak Syariah Islam karena Syariah Islam melanggar HAM. Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang pluralistik ini harus atau wajib menegakkan HAM bukan menentang atau melanggar HAM karena negara kita telah menandatangani deklarasi HAM bersama negara2 anggauta United Nation lainnya.

Karena faktanya Indonesia bukan negara Syariah Islam, maka tidak bisa kita

mengamalkan ajaran Islam yang melanggar HAM dan anti-pluralistik.Untuk itulah, Prof. Dr. Nurcholis Majid telah meramu ibadah Islam yang disesuaikan dengan lingkungan yang pluralistik di Indonesia ini untuk mencegah atau menghindari konflik2 yang hanya merusak kedamaian kehidupan bangsa ini semua. Ini pluralisme menurut tafsiran umat Islam, padahal arti sebenarnya bukan begitu padahal arti pluralisme bukan seperti itu. Pluralisme adalah keberagaman bukan cuma agama, tapi juga suku2, ras, ethnics, budaya, dan tradisi adat istiadatnya.Jadi masyarakat yang bisa menerima keberagaman ini disebut sebagai masyarakat

yang pluralistik. Islam itu adalah agama yang ANTI-PLURALISTIK yang artinya agama yang melanggar HAM. Syariah Islam menolak semua agama selain Islam, karena Islam merupakan agama "Tauhid" yang artinya agama "Monoteisme", yang artinya agama yang hanya menyembah satu Tuhan melalui hanya satu agama yaitu Islam dan tidak ada agama

lainnya selain Islam ini. Jadi kalo anda mendengar agama "Tauhid", janganlah disamakan dengan pengertian Monoteisme dalam ajaran agama Nasrani, Juda, atau Yahudi yang berarti menyembah satu Tuhan. Monoteisme dalam Islam disebut "Tauhid" yang sama sekali berbeda artinya dari yang dikenal dalam agama Kristen. Itulah sebabnya, istilah "Tauhid" dalam

Islam lebih restrictive artinya sehingga tidak sama dengan pemahaman Monoteisme

dari agama lain diluar Islam. Tauhid, adalah agama Islam (bukan agama non-Islam) tidak ada agama lain yang disebut "Tauhid". Artinya juga bukan sekedar menyembah satu Allah, tetapi juga menolak Allah2 lain agama, menolak agama lain selain Islam. Tauhid juga

berarti bahwa Allah hanya menurunkan satu agama saja yaitu Islam, selain Islam

bukanlah agama. Atas dasar arti "Tauhid" yang selengkapnya diatas inilah bisa dipahami bahwa

agama Islam yang Tauhid ini tidak mungkin bisa menerima Pluralisme, bahkan

anti-Pluralisme yang melanggar HAM. Nurcholis Majid adalah seorang doctor dibidang study Islam, beliau berusaha meramu agar agama Islam bisa diterima dunia yang berkewajiban menegakkan nilai2 universal yang dideklarasikan dalam HAM. Untuk maksud tsb itulah beliau berusaha meyakinkan umat Islam Indonesia yang lingkungannya dalam faktanya tdd beragama agama, suku bangsa, budaya, dan adat istiadat yang ber-beda2. Kalo saja Islam dipraktekan seperti apa adanya dari asal negara yang mendatangkannya, maka akan terjadi lingkungan kehidupan yang penuh konflik dalam masyarakat Indonesia yang faktanya pluralistik ini. Padahal setiap muslimin mendambakan kedamaian dalam menjalankan ibadah agamanya. Demikianlah, agar ibadah agama Islam bisa berlangsung dengan penuh kedamaian, maka prof.DR. Nurcholis Majid meramu akidah Islam Indonesia yang menerima pluralistik sesuai

yang dicanangkan dalam deklarasi HAM ini sehingga tidak terjadi benturan pelanggaran HAM yang akan menyebabkan sanksi2 Internasional.

E. pemikiran isam menurut nurkholis majid

Makna Islam menurut Nur Kholis Madjid, Islam bukan nama sebuah agama, Islam adalah sebuah sikap pasrah. Islam adalah agama terbuka. Jika orang Islam mengartikulasikan firman-firman Allah dalam bentuk puasa atau shalat, maka itu cara Islam. Berbeda cara itu jika dilakukan oleh orang budha atau katolik. Dan kita tidak bisa menteror mereka sebagai orang musyrik atau orang kafir. Dan dalam desertasi terakhir beliau, bahwa sikap tegas Al Quran dan Rasulullah terhadap orang kafir pada masa itu bukan dalam konteks teologis, bukan dalam konteks aqidah, tetapi dalam konteks sosial politik. Karena kondisi sosial politik pada waktu itu keras, maka perlu dikerasi. Dan, perubahan kiblat dari baitul maqdis ke masjidil haram, bukan wahyu tetapi pertimbangan politik Nabi. Beberapa hal yang menjadi argument ilmiah beliau dan yang sekaligus akan kita kritisi adalah sebagai berikut : Menurut Nur Kholis Madjid, Islam bukan klaim agama, Islam adalah sikap pasrah. Oleh karena itu, apapun ekspresi kebertuhanan seseorang tidak boleh disalahkan. Nur Kholis Madjid mengatakan bahwa, Islam yang khusus, Islam (i besar), adalah Islamnya Nabi Muhammad, sedangkan islam-nya orang lain adalah Islam yang generic, islam (i kecil). Mengenai Islam (i besar) dengan islam (i kecil), menurut beliau sudah dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah menulis, ”dan orang-orang berselisih paham tentang umat yang telah lampau, dari umat Nabi Musa dan Isa, apakah mereka masuk kategori muslim atau tidak ? dia adalah perbedaan yang bersifat verbal, tidak substantif. Islam yang khusus, yaitu islam yang dengannya diutus Nabi Muhammad SAW. Yang mencakup syariat Al Quran, tidak ada orang yang disebut berada pada ajaran Islam itu, kecuali ummatnya Nabi Muhammad saw. Pada hari ini (jamannya Ibnu Taimiyah) kalo Islam disebut secara mutlak, maka yang dimaksud Islam itu adalah ini, Islamnya Nabi Muhammad. Dan yang dimaksud dengan Islam yang generik, yaitu yang mencakup setiap syariat, yang dengannya diutus setiap nabi, maka sesungguhnya dia mencakup islam setiap ummat yang mengikuti kepada seorang nabi diantara para nabi-nabi itu. Dan pokok islam yang paling utama adalah pernyataan Laa ilaha illaLlah, dan dengan kalimat itulah diutus semua para rasul ”. Yang tidak digaris bawahi oleh Nur Kholis Madjid adalah pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi, ”pada hari ini (jamannya Ibnu Taimiyah) kalo Islam disebut secara mutlak, maka yang dimaksud Islam itu adalah ini, Islamnya Nabi Muhammad.” Kemudian, tafsiran Nur Kholis Madjid mengenai ayat 62 surat Al Baqoroh : ”Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Dari ayat ini, menurut beliau, keselamatan terbuka untuk siapa saja. Prinsipnya adalah dia berbuat kebaikan, tanpa harus melihat agamanya apa. Cak Nur menukil tafsir Al Baidhowi. Nur Kholis Madjid menulisnya pada buku Islam Doktrin dan Peradaban halaman 186 dan 187. Al Baidhowi mengatakan (menurut Nur Kholis Madjid) bahwa kebenaran itu tidak bersifat eksklusif, tetapi kebenaran itu bersifat inklusif. Jadi siapapun umat Tuhan yang berbuat kebaikan pasti akan masuk surga, tanpa melihat agamanya itu Islam, Budha, Kristen, Hindu, atau yang lainnya. Persis seperti pernyataan Prof. DR. Abdul Munir Mulkhan, yang menyatakan bahwa surga terdiri dari berbagai macam pintu dan ruangan dan setiap orang akan masuk ke dalam surganya tanpa Tuhan melihat agamanya apa. Sekarang kita simak Tafsir Al Baidhowi tentang QS.2:62, tentang mereka yang mendapat pahala disisi Tuhan.. Al Baidhowi menyatakan, ”orang-orang dari kalangan yang percaya kepada Tuhan dan Hari Kemudian, serta berbuat baik dalam agama masing-masing, sebelum agama itu dinasakh (sebelum agama itu di cancel : Yahudi telah di cancel oleh nashrani, dan nashrani di cancel oleh Islam) dengan sikap membenarkan dalam hati akan pangkal pertama dan tujuan akhir (hidup di dunia dan di akhirat), serta berbuat sesuai syariat agama itu. Atau siapa saja dari orang-orang kafir itu, yang beriman secara tulus dan bersungguh-sungguh masuk Islam”. Beliau menukil sebuah hadist : Di riwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda, ” demi dzat yang diri Muhammad ada digegamannya, tidaklah seorang yahudi dan nasrani umat ini, yang telah mendengar tentang aku, lalu ia meninggal dunia dan dia belum beriman tentang kerasulanku, kecuali dia termasuk penghuni neraka”. (HR. Muslim). Jika dicermati dengan baik tafsir Al Baidhowi tentang konsep keselamatan bersifat eksklusif. Bukan inklusif sebagaimana yang dinyatakan Prof. DR. Nur Kholis Madjid. Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan pluralisme tidak sepenuhnya diterima dengan baik di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Terutama di kalangan masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis literalis (tradisional dan konservatif) pada sumber ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa paham Cak Nur dan Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah. Gagasan Cak Nur yang paling kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "Islam Yes, Partai Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak dicetuskan tahun 1960-an [1], sementara dalam waktu yang bersamaan sebagian masyarakat Islam sedang gandrung untuk berjuang mendirikan kembali partai-partai yang berlabelkan Islam. Konsistensi gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk membentuk partai yang berlabelkan agama

BAB III

KESIMPULAN

Pemikiran Cak Nur itu jadi acuan Jaringan Islam Liberal (FIL). Cak nur mengadopsi dari pemikiran2 orientalis. Dia ini belajar Islam di Barat bukan dari sumber yang sesungguhnya. Yang jelas mayoritas orientalis banyak bermain dibelakangnya. Belajar Islam tapi tidak untuk diamalkan. Ada dua kelompok Orientalis. Pertama, kelompok yg mengakui kebenaran islam tapi belum tentu masuk islam. Kedua, kelompok yg mempelajari islam, tapi sengaja merusak islam atau melakukan pembusukan dari dalam. Nah, Cak Nur berkiblatnya kepada mereka. Kadang sumber yang digunakan berasal dari kelompok pertama. Ada juga sumber dari orang2 orientalis yg merusak islam, atau kelompok kedua, itu terbukti dari pendapat2 Cak Nur tentang islam yg bisa dibilang bertentangan dg hakikat islam itu sendiri. Ada upaya2 penyatuan agama dalam konsep sinkretisme. Jadi salah satu cara penghancuran islam dari dalam, adalah dengan menyatukan agama samawi dlm sinkretisme agama. Masyarakat di Indonesia mayoritas kan NU. Setelah pihak Barat mengetahui NU bisa dikatakan naik daun, karena ada presiden dari NU, menteri dari NU, dan lain sebagainya, mereka mulai melirik tokoh2 NU. Muncullah Ulil Abshor Abdalla. Nah, Ulil pemikirannya liberal, tidak jauh berbeda dg Cak Nur. Kebetulan dia juga dapat dukungan dari Gus Dur yg menjadi tokoh NU nasional saat itu. Saat tampuk kepemimpinan liberalnya ini dipegang angkatan Ulil, paham liberalisme menggeliat. Orang2 orientalis, musuh2 islam itu, melihat mulai membidik Muhammadiyah, seperti Cak Nur. Tapi pemikiran mereka kurang mengena ke kalangan bawah. Nah, ketika mereka melihat fenomena NU ini naik daun, mereka mulai mencoba dengan tokoh2 NU. Ternyata dengan tokoh2 NU ini luar biasa menggejolak. sebagai “Neo-Islam di Indonesia”. Neo-Islam tentu saja artinya “Islam yang baru”; Islam yg tidak sama dengan islam sebelumnya; islam yg tak sama dg islam yg dipahami para ulama dan umat islam selama ini. sekularisasi adalah “pembebasan diri dari tutelage (asuhan) agama, sebagai cara beragama secara dewasa, beragama dengan penuh kesadaran dan penuh pengertian, tidak sekadar konvensional belaka,” Pengertian kalimat itu saja sudah kontradiktif. Jika diri manusia sudah dibebaskan dari asuhan agama, bagaimana dia bisa beragama dg penuh kedewasaan? Ini juga contoh “Neo-Islam”nya NM, karena selama ini tidak terpikir oleh umat islam untuk membuat definisi sekularisasi seperti itu. Apalagi, NM lalu menyatakan bahwa kalimat tauhid adalah satu bentuk ‘sekularisasi’

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemungkaran yang paling besar adalah kemungkaran yang menyangkut permasalahan ilmu. Dan salah satu sebab mengapa kaum Yahudi terlaknat di dalam Al Quran, karena diantara mereka tidak ada sikap saling mencegah di dalam kemungkaran ilmu. Yang dihalalkan Allah menjadi haram dan yang diharamkan Allah menjadi halal.

Mereka yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL) selalu memulai pemikirannya dari menafsirkan ayat dengan menyatakan makna Islam. Islam dimaknai sebatas sikap pasrah di dalam hidup kepada Tuhan. Oleh karena itu, barangsiapa menunjukkan sikap pasrah kebertuhanan tanpa mengatakan secara formal agamanya “A” atau “B”, maka dia termasuk didalam kategori innadinna’indaLlahilislam dan masuk dalam kategori muslim. Pernyataan ini merupakan tafsiran generic tentang makna Islam oleh JIL. Ini yang akan kita kritisi melalui pemikirannya Nur Kholis Madjid

Jika kita meneliti tentang tulisan Prof. DR. Nur Kholis Madjid mengenai hal ini, apa yang dinyatakan mereka (JIL) sama dengan apa yang ditulis oleh Prof. DR. Nur Kholis Madjid pada tahun 70-an, sejak beliau pulang dari Amerika. Yang sebelum itu, sekitar tahun 67-69 beliau mendapat julukan Natsir Muda karena sedemikian antinya beliau terhadap kolonialisme, yang ketika itu dimotori oleh Amerika. Ketika mendapat julukan itu, sosok Nur Kholis Madjid ini adalah sosok yang sangat anti terhadap peradapan materialisme dan sekulerisme di barat. Kemudian dengan sikap beliau yang seperti ini dan beliau yang pada saat itu menjadi tokoh sentral HMI, Raja Arab Saudi Faisal mengundang beliau sebagai tamu Negara

Akan tetapi, sepulang dari studi di Amerika, pada awal tahun 70-an, beliau mendeklarasikan pemikiran baru beliau di taman Ismail Marzuki. Dan saat itulah yang menjadi titik balik hubungan baik tokoh masyumi M. Natsir dengan Nur Kholis Madjid, dan sejak itu pula gelar beliau sebagai Natsir Muda dicabut. Beliau yang dulunya menjadi tokoh yang sangat anti materialisme dan sekulerisme, menjadi tokoh penyokong dan memunculkan ide sekulerisasi

Dalam hal ini, bisa dibilang pemikiran Cak Nur inilah yang kemudian berimplikasi pada bermunculannya pemikiran liberal, tidak hanya sosiologis, akan tetapi juga teologis. Mengapa demikian ? Karena yang pertama beliau runtuhkan adalah makna Islam.

B. Identifikasi Masalah

Berdasar pada latar belakang tersebut, masalah yang akan penulis bahas ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana kritik nurkholis majid terhadap peradaban islam ?

2. Bagaimanakah dampak dari pemikiran tersebut ?

BAB II

ISLAM DOKTRIN DAN PERADABAN

( Menurut Prof. Dr. Nurcholis Majid)

A. Biografi Nurkholis Majid

Prof. Dr. Nurcholish Madjid (lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus2005 pada umur 66 tahun) atau populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktifis Himpunan Mahasiswa Islam, ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina, sampai dengan wafatnya pada tahun 2005.

Nama : Nurcholis Majid

Tempat Tanggal Lahr : Jombang, 17 Maret 1949

Meniggal : 29 Agustus 2005

Usia : 66 Tahun

Pekerjaan : Rektor, Cendikiawan dan budayawan

Tahun Aktif : 1965 – 2005

Masa kecil dan pendidikan

Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, termasuk Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah

Cak Nur meninggal dunia pada 29 Agustus2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada Negara

Pendidikan :

1. Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, 1955

2. Pesantren Darul Salam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur 1960

3. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1965 (BA, Sastra Arab)

4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968 (Doktorandus, Sastra Arab)

5. The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat, 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang

Karier (lain-lain) diantaranya :

1. Anggota MPR-RI 1987-1992 dan 1992–1997

2. Anggota Dewan Pers Nasional, 1990–1998

3. Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta 1985–2005

4. Fellow, Eisenhower Fellowship, Philadelphia, Amerika Serikat, 1990

5. Anggota Komnas HAM, 1993-2005

6. Profesor Tamu, Universitas McGill, Montreal, Kanada, 1991–1992

7. Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), 1990–1995

8. Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996

9. Penerima Cultural Award ICM, 1995

10. Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta 1998–2005

11. Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta 1998

B. Ide Pebaharuan Islam

Cak Nur dianggap sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman /ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama. Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, dan dalam hal ini Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi benar-benar imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan. Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai sumber pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat

C. Reformasi

Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh PresidenSoeharto terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah

D. Meramu Islam Pluralistik Sesuai HAM

Aselinya Islam adalah ajaran yang melanggar HAM dan anti-Pluralistik, padahal lingkungan umat Islam di Indonesia sangat pluralistik dan negara ini telah dengan tegas menolak Syariah Islam karena Syariah Islam melanggar HAM. Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang pluralistik ini harus atau wajib menegakkan HAM bukan menentang atau melanggar HAM karena negara kita telah menandatangani deklarasi HAM bersama negara2 anggauta United Nation lainnya.

Karena faktanya Indonesia bukan negara Syariah Islam, maka tidak bisa kita

mengamalkan ajaran Islam yang melanggar HAM dan anti-pluralistik.Untuk itulah, Prof. Dr. Nurcholis Majid telah meramu ibadah Islam yang disesuaikan dengan lingkungan yang pluralistik di Indonesia ini untuk mencegah atau menghindari konflik2 yang hanya merusak kedamaian kehidupan bangsa ini semua. Ini pluralisme menurut tafsiran umat Islam, padahal arti sebenarnya bukan begitu padahal arti pluralisme bukan seperti itu. Pluralisme adalah keberagaman bukan cuma agama, tapi juga suku2, ras, ethnics, budaya, dan tradisi adat istiadatnya.Jadi masyarakat yang bisa menerima keberagaman ini disebut sebagai masyarakat

yang pluralistik. Islam itu adalah agama yang ANTI-PLURALISTIK yang artinya agama yang melanggar HAM. Syariah Islam menolak semua agama selain Islam, karena Islam merupakan agama "Tauhid" yang artinya agama "Monoteisme", yang artinya agama yang hanya menyembah satu Tuhan melalui hanya satu agama yaitu Islam dan tidak ada agama

lainnya selain Islam ini. Jadi kalo anda mendengar agama "Tauhid", janganlah disamakan dengan pengertian Monoteisme dalam ajaran agama Nasrani, Juda, atau Yahudi yang berarti menyembah satu Tuhan. Monoteisme dalam Islam disebut "Tauhid" yang sama sekali berbeda artinya dari yang dikenal dalam agama Kristen. Itulah sebabnya, istilah "Tauhid" dalam

Islam lebih restrictive artinya sehingga tidak sama dengan pemahaman Monoteisme

dari agama lain diluar Islam. Tauhid, adalah agama Islam (bukan agama non-Islam) tidak ada agama lain yang disebut "Tauhid". Artinya juga bukan sekedar menyembah satu Allah, tetapi juga menolak Allah2 lain agama, menolak agama lain selain Islam. Tauhid juga

berarti bahwa Allah hanya menurunkan satu agama saja yaitu Islam, selain Islam

bukanlah agama. Atas dasar arti "Tauhid" yang selengkapnya diatas inilah bisa dipahami bahwa

agama Islam yang Tauhid ini tidak mungkin bisa menerima Pluralisme, bahkan

anti-Pluralisme yang melanggar HAM. Nurcholis Majid adalah seorang doctor dibidang study Islam, beliau berusaha meramu agar agama Islam bisa diterima dunia yang berkewajiban menegakkan nilai2 universal yang dideklarasikan dalam HAM. Untuk maksud tsb itulah beliau berusaha meyakinkan umat Islam Indonesia yang lingkungannya dalam faktanya tdd beragama agama, suku bangsa, budaya, dan adat istiadat yang ber-beda2. Kalo saja Islam dipraktekan seperti apa adanya dari asal negara yang mendatangkannya, maka akan terjadi lingkungan kehidupan yang penuh konflik dalam masyarakat Indonesia yang faktanya pluralistik ini. Padahal setiap muslimin mendambakan kedamaian dalam menjalankan ibadah agamanya. Demikianlah, agar ibadah agama Islam bisa berlangsung dengan penuh kedamaian, maka prof.DR. Nurcholis Majid meramu akidah Islam Indonesia yang menerima pluralistik sesuai

yang dicanangkan dalam deklarasi HAM ini sehingga tidak terjadi benturan pelanggaran HAM yang akan menyebabkan sanksi2 Internasional.

E. pemikiran isam menurut nurkholis majid

Makna Islam menurut Nur Kholis Madjid, Islam bukan nama sebuah agama, Islam adalah sebuah sikap pasrah. Islam adalah agama terbuka. Jika orang Islam mengartikulasikan firman-firman Allah dalam bentuk puasa atau shalat, maka itu cara Islam. Berbeda cara itu jika dilakukan oleh orang budha atau katolik. Dan kita tidak bisa menteror mereka sebagai orang musyrik atau orang kafir. Dan dalam desertasi terakhir beliau, bahwa sikap tegas Al Quran dan Rasulullah terhadap orang kafir pada masa itu bukan dalam konteks teologis, bukan dalam konteks aqidah, tetapi dalam konteks sosial politik. Karena kondisi sosial politik pada waktu itu keras, maka perlu dikerasi. Dan, perubahan kiblat dari baitul maqdis ke masjidil haram, bukan wahyu tetapi pertimbangan politik Nabi. Beberapa hal yang menjadi argument ilmiah beliau dan yang sekaligus akan kita kritisi adalah sebagai berikut : Menurut Nur Kholis Madjid, Islam bukan klaim agama, Islam adalah sikap pasrah. Oleh karena itu, apapun ekspresi kebertuhanan seseorang tidak boleh disalahkan. Nur Kholis Madjid mengatakan bahwa, Islam yang khusus, Islam (i besar), adalah Islamnya Nabi Muhammad, sedangkan islam-nya orang lain adalah Islam yang generic, islam (i kecil). Mengenai Islam (i besar) dengan islam (i kecil), menurut beliau sudah dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah menulis, ”dan orang-orang berselisih paham tentang umat yang telah lampau, dari umat Nabi Musa dan Isa, apakah mereka masuk kategori muslim atau tidak ? dia adalah perbedaan yang bersifat verbal, tidak substantif. Islam yang khusus, yaitu islam yang dengannya diutus Nabi Muhammad SAW. Yang mencakup syariat Al Quran, tidak ada orang yang disebut berada pada ajaran Islam itu, kecuali ummatnya Nabi Muhammad saw. Pada hari ini (jamannya Ibnu Taimiyah) kalo Islam disebut secara mutlak, maka yang dimaksud Islam itu adalah ini, Islamnya Nabi Muhammad. Dan yang dimaksud dengan Islam yang generik, yaitu yang mencakup setiap syariat, yang dengannya diutus setiap nabi, maka sesungguhnya dia mencakup islam setiap ummat yang mengikuti kepada seorang nabi diantara para nabi-nabi itu. Dan pokok islam yang paling utama adalah pernyataan Laa ilaha illaLlah, dan dengan kalimat itulah diutus semua para rasul ”. Yang tidak digaris bawahi oleh Nur Kholis Madjid adalah pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi, ”pada hari ini (jamannya Ibnu Taimiyah) kalo Islam disebut secara mutlak, maka yang dimaksud Islam itu adalah ini, Islamnya Nabi Muhammad.” Kemudian, tafsiran Nur Kholis Madjid mengenai ayat 62 surat Al Baqoroh : ”Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Dari ayat ini, menurut beliau, keselamatan terbuka untuk siapa saja. Prinsipnya adalah dia berbuat kebaikan, tanpa harus melihat agamanya apa. Cak Nur menukil tafsir Al Baidhowi. Nur Kholis Madjid menulisnya pada buku Islam Doktrin dan Peradaban halaman 186 dan 187. Al Baidhowi mengatakan (menurut Nur Kholis Madjid) bahwa kebenaran itu tidak bersifat eksklusif, tetapi kebenaran itu bersifat inklusif. Jadi siapapun umat Tuhan yang berbuat kebaikan pasti akan masuk surga, tanpa melihat agamanya itu Islam, Budha, Kristen, Hindu, atau yang lainnya. Persis seperti pernyataan Prof. DR. Abdul Munir Mulkhan, yang menyatakan bahwa surga terdiri dari berbagai macam pintu dan ruangan dan setiap orang akan masuk ke dalam surganya tanpa Tuhan melihat agamanya apa. Sekarang kita simak Tafsir Al Baidhowi tentang QS.2:62, tentang mereka yang mendapat pahala disisi Tuhan.. Al Baidhowi menyatakan, ”orang-orang dari kalangan yang percaya kepada Tuhan dan Hari Kemudian, serta berbuat baik dalam agama masing-masing, sebelum agama itu dinasakh (sebelum agama itu di cancel : Yahudi telah di cancel oleh nashrani, dan nashrani di cancel oleh Islam) dengan sikap membenarkan dalam hati akan pangkal pertama dan tujuan akhir (hidup di dunia dan di akhirat), serta berbuat sesuai syariat agama itu. Atau siapa saja dari orang-orang kafir itu, yang beriman secara tulus dan bersungguh-sungguh masuk Islam”. Beliau menukil sebuah hadist : Di riwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda, ” demi dzat yang diri Muhammad ada digegamannya, tidaklah seorang yahudi dan nasrani umat ini, yang telah mendengar tentang aku, lalu ia meninggal dunia dan dia belum beriman tentang kerasulanku, kecuali dia termasuk penghuni neraka”. (HR. Muslim). Jika dicermati dengan baik tafsir Al Baidhowi tentang konsep keselamatan bersifat eksklusif. Bukan inklusif sebagaimana yang dinyatakan Prof. DR. Nur Kholis Madjid. Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan pluralisme tidak sepenuhnya diterima dengan baik di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Terutama di kalangan masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis literalis (tradisional dan konservatif) pada sumber ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa paham Cak Nur dan Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah. Gagasan Cak Nur yang paling kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "Islam Yes, Partai Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak dicetuskan tahun 1960-an [1], sementara dalam waktu yang bersamaan sebagian masyarakat Islam sedang gandrung untuk berjuang mendirikan kembali partai-partai yang berlabelkan Islam. Konsistensi gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk membentuk partai yang berlabelkan agama

BAB III

KESIMPULAN

Pemikiran Cak Nur itu jadi acuan Jaringan Islam Liberal (FIL). Cak nur mengadopsi dari pemikiran2 orientalis. Dia ini belajar Islam di Barat bukan dari sumber yang sesungguhnya. Yang jelas mayoritas orientalis banyak bermain dibelakangnya. Belajar Islam tapi tidak untuk diamalkan. Ada dua kelompok Orientalis. Pertama, kelompok yg mengakui kebenaran islam tapi belum tentu masuk islam. Kedua, kelompok yg mempelajari islam, tapi sengaja merusak islam atau melakukan pembusukan dari dalam. Nah, Cak Nur berkiblatnya kepada mereka. Kadang sumber yang digunakan berasal dari kelompok pertama. Ada juga sumber dari orang2 orientalis yg merusak islam, atau kelompok kedua, itu terbukti dari pendapat2 Cak Nur tentang islam yg bisa dibilang bertentangan dg hakikat islam itu sendiri. Ada upaya2 penyatuan agama dalam konsep sinkretisme. Jadi salah satu cara penghancuran islam dari dalam, adalah dengan menyatukan agama samawi dlm sinkretisme agama. Masyarakat di Indonesia mayoritas kan NU. Setelah pihak Barat mengetahui NU bisa dikatakan naik daun, karena ada presiden dari NU, menteri dari NU, dan lain sebagainya, mereka mulai melirik tokoh2 NU. Muncullah Ulil Abshor Abdalla. Nah, Ulil pemikirannya liberal, tidak jauh berbeda dg Cak Nur. Kebetulan dia juga dapat dukungan dari Gus Dur yg menjadi tokoh NU nasional saat itu. Saat tampuk kepemimpinan liberalnya ini dipegang angkatan Ulil, paham liberalisme menggeliat. Orang2 orientalis, musuh2 islam itu, melihat mulai membidik Muhammadiyah, seperti Cak Nur. Tapi pemikiran mereka kurang mengena ke kalangan bawah. Nah, ketika mereka melihat fenomena NU ini naik daun, mereka mulai mencoba dengan tokoh2 NU. Ternyata dengan tokoh2 NU ini luar biasa menggejolak. sebagai “Neo-Islam di Indonesia”. Neo-Islam tentu saja artinya “Islam yang baru”; Islam yg tidak sama dengan islam sebelumnya; islam yg tak sama dg islam yg dipahami para ulama dan umat islam selama ini. sekularisasi adalah “pembebasan diri dari tutelage (asuhan) agama, sebagai cara beragama secara dewasa, beragama dengan penuh kesadaran dan penuh pengertian, tidak sekadar konvensional belaka,” Pengertian kalimat itu saja sudah kontradiktif. Jika diri manusia sudah dibebaskan dari asuhan agama, bagaimana dia bisa beragama dg penuh kedewasaan? Ini juga contoh “Neo-Islam”nya NM, karena selama ini tidak terpikir oleh umat islam untuk membuat definisi sekularisasi seperti itu. Apalagi, NM lalu menyatakan bahwa kalimat tauhid adalah satu bentuk ‘sekularisasi’